Sabtu, 05 Maret 2011

'Berharap lebih' bolehkah?


bismillahirrahmanirrahiim
"Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari mengharap keridhaan-Nya. Dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia ini. Dan janganlah kamu mengikuti orang yang telah Kami lalaikan dari mengingat Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas"(QS. Al-Kahfi: 28)


Apa kabar hati? Masihkah terjaga dalam pelukan hangat-Nya, masihkah tertitip dengan penuh kepercayaan kepada Sang Pemiliknya? Semoga hanya terbagi untuk orang-orang yang layak mendapat bagiannya, bukan untuk orang-orang yang belum halal atau tidak layak mendapatkan tempat didalamnya.

Kemarin saya mendapatkan sms dari teman akhwat di luar daerah. Beliau sharing dengan saya, terkait masalah yang dialaminya. Sekali lagi tentang hati, akhwat ini sedang bermasalah dengan hatinya sendiri. Tapi tak apa, saya berusaha mencarikan sebuah solusi menurut apa yang pernah saya alami dan menurut apa yang telah saya pelajari selama tarbiyah islamiyah. Kebetulan sekali masalah yang dia alami pernah terjadi dalam kehidupan saya. Bedanya mungkin pada awal cerita, namun pada intinya sangat mirip. Ceritanya seperti ini.

Akhwat sholehah itu sepertinya sedang bimbang. Ia menceritakan, beberapa waktu lalu keluarganya memperkenalkan dia dgn seorang ikhwan, tapi dia bingung, bersedia atau menolaknya. Memang beberapa kali ia telah diperkenalkan dengan beberapa ikhwan oleh teman-temannya dan keluarganya. Niatnya sebenarnya sangat mulia, menuju ikatan yang lebih halal, yaitu pernikahan. Hanya saja dia mengeluhkan kepada saya, kalau dia tidak dapat meneruskannya, dengan alasan setiap ikhwan yang diperkenalkan dengannya tak ada satupun yang cocok hatinya. Itu alasan pertamanya berdasarkan pengakuannya. Lalu dengan cepat saya membalas smsnya, pendapat saya mengapa tidak shalat istikharah saja? Bukankah Allah Maha Membolak-balikan hati? Bisa saja setelah shalat istikharah muncul perasaan yang berbeda dari sebelumnya. Bisa jadi ada getaran yang luar biasa yang merubah perasaan yang tadinya tidak suka menjadi simpati. Wallahu'alam bishowab. Namun, jika memang tidak suka tidak bisa juga dipaksa. Namanya juga perasaan, apalagi seorang wanita. Pastinya sangat sensitif dengan hal-hal seperti ini. Tapi apa salahnya kalau memang sudah siap hendaknya disegerakan saja. Bukankah Allah menyukai amalan yang sudah seharusnya disegerakan jika memang sudah merasa siap dan mampu.
Afwan minkum sebelumnya, bukan bermaksud merendahkan, tapi ini adalah realita disekeliling kita yang tak jarang kita temukan. Pada kenyataannya saat ini ada beberapa akhwat yg usianya sudah mencapai kepala 3 belum juga menikah. Padahal saya sangat yakin, mereka pasti memiliki keinginan menjadi seorang isrti sebagaimana lazimnya seorang wanita dewasa. Entah apa karena Allah belum mempertemukannya dengan jodohnya, atau karena si akhwatnya yang memang menunda-nunda sejak awal. Padahal Rasulullah berpesan: "Wahai Ali, ada TIGA PERKARA JANGAN DITUNDA-TUNDA, apabila SHALAT TELAH TIBA WAKTUNYA, JENAZAH APABILA TELAH SIAP PENGUBURANNYA, dan PEREMPUAN APABILA TELAH DATANG LAKI-LAKI YANG SEPADAN MEMINANGNYA." (HR Ahmad) "
Wallahu'alam bishowab. Tetapi sebaiknya kita berhusnudzon saja, apapun alasannya.

Namun ternyata alasan pertama bukan alasan utama mengapa teman akhwat saya menolak ta'aruf itu. Ternyata diam-diam dia sudah memiliki ikhwan idaman lain. Seperti yang dia ungkapkan pada saya, terlihat bahwa ia begitu berharap dan yakin kalau hanya ikhwan yang ia idamkan itu yang dapat membahagiakannya. Tidak munafik, dulu saya juga pernah mengalami hal serupa. Tapi, Alhamdulillah Allah segera memberikan saya pelampung sebelum tenggelam terlalu dalam dengan harapan-harapan saya dan segera bertaubat pada Allah atas kelalaian saya menjaga hati saya.

Kalau menurut pandangan saya, setiap manusia pasti memiliki harapan dan tak ada seorangpun yang menginginkan hal yang buruk untuk dirinya. Siapapun, baik laki-laki maupun perempuan pastinya ingin mendapatkan yang terbaik tetapi dengan jalan yang baik pula. Berharap boleh-boleh saja, namun hal penting yang perlu di ingat jangan sampai berlebihan apalagi hingga menutup diri dari orang lain seolah-olah memang orang yang kita idamkan yang pada akhirnya menjadi pelabuhan terakhir hati kita. Siapa yang bisa menjamin? Belum tentu orang yang kita inginkan adalah pilihan terbaik dari Allah. Bisa saja terbaik dimata kita namun tidak baik dimata Allah, seperti yang tertulis di dalam Al-Qur'an :

وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ وَاللهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لاَ تَعْلَمُونَ

“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui.” (Al-Baqarah: 216)

Jika memang kamu nekat memperjuangkannya dan lebih mengutamakan harapan-harapanmu dari pada ikhlas dengan ketetapan-Nya maka kamu harus siap menerima apapun konsekuensinya seandainya dia ternyata pada akhirnya menikah dengan akhwat/ikhwan lain, dia mengecewakanmu dengan sebuah penolakan, apakah kamu sudah siap untuk sakit hati? Apakah kamu akan ikhlas melihatnya bersanding dengan akhwat/ikhwan lain? Itu sebabnya mengapa saya sarankan jangan terlalu menaruh harapan berlebihan. Karena jika harapan tak sesuai dengan kenyataan jatuhnya akan sangat sakit sekali dan imbasnya bisa kemana-mana. Audzubillah min dzalik...

Kita tidak akan pernah tau skenario-Nya untuk kita seperti apa, yang pasti suatu saat akan terungkap juga siapa gerangan sang pangeran pujaan yang selama ini dicari-cari dan siapa bidadari yang didambakan selama ini untuk menemani perjalanan hidup hingga tua nanti. Namun memang butuh kesabaran ekstra, disinilah Allah kembali menguji hamba-Nya apakah tetap melalui cara yang ahsan ataukah sebaliknya lebih mementingkan hawa nafsunya. Ketika ternyata orang yang kita harapkan tak sebaik-baiknya pilihan maka berhuznudzon lah atas ketetapan-Nya berarti Allah masih ingin menyeleksi lagi dan ingin memberikan jauh lebih baik dari pada pilihan kita. La takhaf wa la tahzan, Allah Maha Mengetahui apa yang hamba-Nya butuhkan.

Teringat kata-kata seorang teman 'jodoh kita adalah cerminan dari diri kita'. Jika kita sholeh, maka pasangan kita akan sholeh pula tentunya. Namun jika kita ahli maksiat, maka bisa jadi pasangan kita juga seorang ahli maksiat. Saya tidak bermaksud menyimpulkan bahwa seorang yang buruk tidak memiliki kesempatan mndapatkan orang yang baik, semua kembali lagi pada taqdir-Nya. Bisa saja terjadi jika Allah menginginkan seorang yang buruk mendapatkan hidayah-Nya melalui da'wah orang yang sholeh. 'Kun Fayakun'. Tapi kebanyakan orang-orang sholeh juga pasti ingin mendapatkan pasangan yang sholeh pula, maka jadikan motivasi untuk berusaha meningkatkan kualitas keimanan menjadi lebih baik dari sebelumnya. Belajar ikhlas untuk menerima segala ketetapan-Nya, tetap bersabar dalam mnjalani skenario-Nya. InshaALLAH jodoh kita pasti tidak akan tertukar.


note: belajarlah mencintai Allah setulusnya, dengan begitu suatu saat kamu pasti akan mencintai pula apa yang sudah dipilikan-Nya untukmu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar