Rabu, 20 April 2011

Diantara Lingkaran Kehidupan


Setiap orang berada didalam salah satu diantara dua lingkaran :

RAHMAT dan KEADILAN.

Barangsiapa yang berada didalam lingkaran Rahmat,

Kelak akan berada didalam lingkaran Keutamaan.

Barangsiapa yang berada didalam lingkaran Keadilan,

Kelak akan berada di dalam lingkaran Pembalasan.


Barangsiapa yang tidak tercukupi kefakirannya dengan sedikit harta,

Maka dia tidak akan merasa cukup dengan harta yang banyak.

Barangsiapa yang tidak mendapat manfaat dari sedikit ilmu,

Maka mustahil ia akan mendapatkannya dari banyak ilmu.

Seseorang yang selalu sibuk memenuhi hak Tuhannya daripada hak dirinya dan teman-temannya, maka ia adalah hamba yang dekat dengan Tuhannya.

Seseorang yang selalu sibuk memenuhi hak dirinya sendiri sendiri daripada Tuhannya dan teman-temannya, maka ia adalah hamba hawa nafsunya.

Seseorang yang selalu sibuk memenuhi hak teman-temannya daripada hak Tuhan dan dirinya, maka ia adalah hamba kedudukan.

Seseorang yang selalu sibuk memenuhi hak Tuhannya dan teman-temannya daripada hak dirinya, maka ia adalah pewaris para nabi.

Dunia yang terpuji adalah yang menyampaikan seseorang pada perbuatan yang baik atau menyelamatkan dari perbuatan jelek.

Dunia yang diperbolehkan adalah yang tidak menyebabkan seseorang meninggalkan perintah dan menerjang larangannya.

Dunia yang terhina dalam lisan Al-Quran dan Al-Sunnah adalah yang menyebabkan seseorang meninggalkan ketaatan atau melakukan maksiat

Tidak akan mengerti kedudukan suatu nikmat,

kecuali berada pada keadaan yang berlawanan dengan nikmat itu.

Dan tidak akan terhibur seseorang yang tertimpa musibah,

Kecuali mengetahui ada orang lain yang tertimpa musibah seperti dirinya.

Sungguh mengherankan,

seseorang yang berjuang mengejar dunia yang belum pasti didapatkannya,

Dan jika mendapatkannya, ia dalam keraguan untuk mendapatkan manfaat dari apa yang didapatnya.

Ia pun dalam keyakinan akan meninggalkan dan keluar dari dunia,

Tetapi untuk kematian yang sudah pasti, ia menghadapinya dengan sekedarnya.

Barangsiapa yang terbiasa membatalkan suatu kemauan,

Maka dirinya akan terhalang dari suatu keberuntungan.

Jumat, 15 April 2011

-=Balada Uang Receh=-


Rp.100.000: “Ya, ampyyyuunnnn. Hey sobat, dari mana aja kamu? Baru tiga bulan kita berpisah, koq kamu udah lusuh banget? Kumal, kotor, lecet, dan uuhhh, bau! Padahal waktu kita sama-sama ke luar dari Bank, kita sama-sama keren kan? Ada apa denganmu?”

Rp.1.000: “Ya, gini deh nasibku, sobat. Sejak kita keluar dari Bank, hanya tiga hari aku tinggal di dompet yang bersih dan bagus, karena hari berikutnya aku udah pindah ke dompet tukang sayur yang kumal. Dari dompet tukang sayur, aku langsung pindah lagi ke kantong plastik tukang ayam. Plastiknya basah, penuh dengan darah dan kotoran ayam. Besoknya lagi, aku dilempar ke plastik seorang pengamen. Untungnya sobat, dari kantong si pengamen itu, aku bisa beristirahat sejenak dalam laci tukang warteg. Tapi ternyata itu gak bertahan lama, karena esok paginya, aku harus kembali pindah ‘rumah’, dari laci tukang warteg ke kantong tukang nasi uduk. Begitulah perjalananku dari hari ke hari. Itu makanya kenapa ‘tubuhku’ jadi bau, kumal, lusuh, karena aku sering berada di tempat yang kurang atau mungkin ga nyaman. Belum lagi perlakuan yang seenaknya oleh para pemilikku. Aku dilipat-lipat, digulung-gulung, diremas-remas. Ya, akhirnya jadilah aku seperti yang kau bilang tadi sobat.” Itulah jawaban si 1.000 dengan tatapan nelangsa, ke arah si 100.000.

Rp.100.000: “Wah, sedih banget sih perjalananmu, sobat! Beda banget sama pengalamanku. Kalau aku ya, sejak kita keluar dari Bank itu, aku disimpan di dompet kulit yang bagus dan harum. Trus aku pindah ke dompet seorang wanita cantik. Hmm… Dompetnya harum sekali. Setelah dari sana, aku ‘jalan-jalan’, dari mulai ‘nginep’ di hotel berbintang 5, masuk restoran mewah, mampir ke showroom mobil mahal, ketemu ‘temen-temenku’ di tempat arisan ibu-ibu pejabat. Nah, kadang aku juga bisa mampir di tasnya selebritis. Pokoknya aku selalu berada di tempat yang bikin aku jadi betah deh. Jarang aku berada di tempat yang kamu ceritakan itu. Dan, aku jarang lho ketemu sama ‘teman-temanmu’.” Si 100.000 kembali berkomentar setelah sebelumnya memasang ‘wajah’ simpati ke arah si 1.000.
Setelah merenung sejenak, akhirnya si 1.000 menemukan ‘kepercayaan dirinya’.

Rp.1.000: “Kuakui, sobat, nasib kita emang beda. Kamu selalu berada di tempat yang bagus, bersih, dan nyaman tentunya. Tapi ada satu hal yang selalu membuatku bangga akan keberadaanku daripada kamu!”

“Apa itu?” sahut si 100.000 penasaran.

Rp.1.000: “Aku sering bertemu teman-temanku di kotak amal setiap masjid atau di kantong permen pengemis jalanan. Hampir setiap hari aku mampir di tempat-tempat itu. Tempat yang penuh dengan keberkahan Tuhan. Dan, jarang banget tuh aku melihat kamu di sana.”

“..??? …………” dan uang 100.000 itu pun tersipu malu.

Berlaku taat jika ada yang lihat....

Priiit..!!!” teriakan peluit menghentikan seorang pengendara motor yang baru aja nerobos lampu merah. Dengan perasaan cemas, doi segera menghentikan kendaraannya. Kepalanya celingak-celinguk nyari sumber suara peluit. Dari kejauhan tampak tukang gorengan berjalan mendekati doi. Rupanya, tukang gorengan itu polisi yang menyamar. Dengan muka sangar, pak polisi membentak sang pengendara.
“Kenapa kamu nerobos lampu merah?”
“Maaf pak, saya nggak liat.” Jawabnya dengan muka memelas.
“Masa’ lampu merah segede itu nggak keliatan?” hardik pak polisi tanpa belas kasihan.
“Lampu merah sih liat pak. Cuma….” sang pengendara ragu meneruskan kalimatnya.
“Cuma apa?!!”
“Cuma saya nggak liat ada bapak. Hehehe…” jawabnya sambil nyengir.
Gubraks!
Penggalan cerita di atas boleh jadi mewakili mental masyarakat kita kalo udah berurusan dengan aturan. Yup, seperti episode sebuah iklan rokok. “taat kalo cuma ada yang liat”. Di tempat kerja, kalo ada bos atau atasan, sibuk kasak-kusuk ketik sana-sini di depan komputer biar keliatan kerja. Giliran bos udah berlalu, kembali ke aktivitas rutin dengan bermain solitaire, chatting, atau ngotak-ngatik friendster.
Begitu juga dengan lingkungan sekolah. Dandanan seragam sekolah rapi lengkap dengan bet dan lokasi plus dasi cuma keliatan pas ujian doang. Soalnya kalo nggak gitu, pengawas bakal mengeliminasi kita dari ruang ujian. Berabe dong. Ternyata saat ujian, nggak cuma pakaiannya aja yang rapi, tapi contekan pun nggak kalah rapinya. Sampe-sampe pengawas sulit menemukan jejak-jejak keberadaannya. Tapi giliran pengawas meleng dikit atau permisi ke belakang, langsung deh contekan dengan ukuran font kecil dan tulisan nggak karuan mulai menampakkan diri. Mumpung nggak ada yang liat. Nah lho?
Aturan Islam juga kebagian
Sobat, mental ‘taat kalo diliat’ ternyata mewabah juga pada sikap remaja muslim terhadap hukum Islam. Beberapa aturan Islam yang lengket dalam keseharian kita, masih aja pake pertimbangan ada yang ngawasin apa nggak.
Seperti shalat lima waktu misalnya. Sedih juga kalo kita tahu ternyata masih ada sebagian temen-temen kita yang shalatnya angin-anginan. Kalo disuruh ortu dengan ancaman pemblokiran uang jajan, baru deh mau shalat meski dengan berat hati. Pas lagi bareng bokin yang baru jadian, shalat nggak pernah ketinggalan. Tapi pas nggak disuruh ortu atau nggak terancam pemblokiran uang jajan, shalatnya tergantung mood. Gitu juga pas lagi sendiri tanpa kehadiran pujaan hati, urusan shalat mah entar-entar dulu. Payah deh!
Kewajiban menutup aurat juga mengalami nasib yang sama. Banyak remaja muslimah yang baru mau nutup aurat alias pake kerudung dan pakaian tertutup saat mau ikut pengajian atau pesantren kilat. Nggak enak kalo keliatan ustadz nggak nutup aurat. Ada juga yang rajin pake seragam sekolah yang menutup aurat lantaran diwajibkan sekolah. Diluar itu, mereka kembali ke alamnya yang dijejali tren fashion yang mengumbar aurat dalam berbusana. Sayang ya?
Sobat, mental ‘taat kalo diliat’ ini memang gaswat kalo dibiarkan. Remaja bisa terbiasa jadi munafik. Plus bisa terkontaminasi penyakit riya’ yang seneng dipuji atau diliat orang. Dua sikap ini yang bisa menggerogoti keikhlasan kita dalam beramal kebaikan. Nabi saw. bersabda: “Aku akan memberitahukan beberapa kaum dari umatku. Di hari kiamat mereka datang dengan membawa kebaikan seperti gunung tihamah yang putih. Tapi Allah menjadikannya bagaikan debu yang bertebaran. Tsaubah berkata: “Wahai Rasulullah, sebutkanlah sifat mereka dan jelaskanlah keadaan mereka agar kami tidak termasuk bagian dari mereka sementara kami tidak mengetahuinya.” Rasulullah saw. bersabda: “Ingatlah!, mereka adalah bagian dari saudara kalian dan dari ras kalian. Mereka suka bangun malam sebagaimana kalian, tapi mereka adalah kaum yang jika tidak dilihat oleh siapa pun ketika menghadapi perkara yang diharamkan Allah, maka mereka melanggarnya.” (HR. Ibnu Majah).
Tuh kan sobat, cuma para pengecut yang pantas punya mental ‘taat kalo diliat’. Mungkin aja dia merasa hebat dan jagoan bisa lolos dari pengawasan atas pelanggarannya, tapi sebenernya dia justru berjiwa kerdil yang nggak punya nyali untuk tetep komitmen dengan perilakunya yang terpuji. So, udah deh buang jauh-jauh mental pecundang ini. Atau kamu bakal tekor dunia-akhirat? Ih, amit-amit.
Cuma taat kalo diliat, kenapa?
Mental “taat kalo diliat’ tumbuh subur lantaran empat hal: niat, sanksi, pengawasan, en kesadaran.
Pertama, niat. Kita pasti tau kalo niat selalu ada di balik setiap perbuatan. Terlepas apa niat itu udah direncanain jauh-jauh hari atau spontan. Untuk ketaatan pada aturan, nggak semuanya enjoy jalaninnya. Aturan udah kadung dianggap ngebatasin gerak. Kalo ngadepin aturan, bawaan niatnya jelek mulu. Pikirnya, aturan ada untuk dilanggar, bukan untuk ditaati. Walhasil, kalo niat udah kuat, ngelanggar aturan jadi kebiasaan. Malah perbuatan dosa pun dianggap sepele. Dari sekedar nggak shalat, nggak nutup aurat, sampe jadi pelaku tetap maksiat apa pun. Cuma lantaran nggak ada yang liat. Berabe kan?
Kedua, sanksi. Sebuah aturan bakal tegak en punya power buat ngatur kalo ada sanksi yang tegas. Tanpa itu, orang bisa setengah-setengah taat ama aturan. Jangan mentang-mentang punya duit, aturan bisa dibeli. Sementara yang duitnya pas-pasan, kudu relapaksa hadir di pengadilan. Kalo rasa adil itu pilih kasih, orang nggak ngerasa penting untuk taat aturan. Ya, untuk apa taat, kalo yang nggak taat pun bisa seenaknya ngebeli aturan. Kalo udah begini, taat sama dengan makan ati. Cuapek deeeh!!
Ketiga, pengawasan. Ketegasan sanksi nggak punya arti tanpa pengawasan. Makanya, pengawasan yang kendor terhadap aturan, memancing orang untuk maen curang. Nggak ada polantas alias polisi lalu lintas, berarti ada kesempatan untuk nyari jalan pintas. Payah!
Keempat, kesadaran. Ini gerbang terakhir sebelum seeorang ngelanggar aturan. Niat udah kuat, sanksi nggak ketat, yang ngawasin juga nggak ada di tempat, berarti tinggal selangkah lagi. Kalo dia sadar ada beban moral untuk melanggar atau ngerasa bakal bikin rugi semua pihak, tentu mikir-mikir lagi untuk nggak taat. Sayangnya, beban moral terlalu lemah untuk mencegah pelanggaran. Di zaman nafsi-nafsi kayak sekarang, moral udah jadi almarhum. Yang ada tinggal kepentingan diri sendiri dan cuek dengan sekitarnya. Nggak asyik tuh!
Sobat, dari keempat faktor di atas, yang terakhir kudu dapet perhatiin khusus. Yup, soalnya kalo kesadaran seseorang dilandasi dorongan yang shahih, tentu nggak gampang tergoda melanggar aturan. Mesti niat, sanksi, atau pengawasan udah kondusif. Di sinilah pentingnya kita punya kesadaran shahih yang nggak cuma ngandelin beban moral. Dan itu ada dalam Islam. Yuk!
Allah pasti Ngeliat, Bro!
Sebagai seorang muslim, kita udah sering dengar sifat-sifat Allah yang biasa dikenal dengan sebutan asma’ul husna. Keyakinan terhadap asma’ul husna ini yang mengokohkan keimanan kita kepada Allah Swt. Keimanan yang akan melahirkan kesadaran akan adanya Allah dalam setiap perilaku kita di dunia. Penting nih!
Salah satu sifat Allah yang mulia itu adalah Maha Melihat dan Maha Mengetahui. Itu artinya, Allah bisa melihat dan mengetahui setiap perilaku hambaNya baik di tempat terang maupun tempat yang tersembunyi. Termasuk mengetahui letak semut hitam yang berjalan di atas batu hitam di tengah malam yang gelap gulita. Tuh kan, makhluk kecil yang tak terjangkau penglihatan manusia aja dengan mudah diketahui Allah, gimana kita yang ukurannya beberapa ratus kali lipat dari ukuran semut. Makanya nggak wajar kalo kita selaku muslim merasa nggak ada yang ngawasin perbuatan kita saat berbuat maksiat.
Dalam sebuah kisah pada masa pemerintahan Umar bin Khaththab, terjadilah dialog antara ibu penjual susu dengan putrinya.
“Tidakkah kau campur susu daganganmu dengan air? Subuh telah datang,” kata sang Ibu.
“Bagaimana mungkin aku mencampurnya, sedangkan Amirul Mukminin telah melarang mencampur susu dengan air?” jawab putrinya.
“Orang-orang telah mencampurnya. Kau campur saja. Toh, Amirul Mukminin tidak akan tahu.”
Putrinya menjawab, “Jika Umar tidak tahu, Tuhan Umar pasti tahu. Aku tidak akan mencampurnya karena dia telah melarangnya.”
Dari kisah di atas, kita bisa ambil pelajaran berharga bahwa pengawasan manusia terbatas, namun pengawasan Allah unlimited!
Lolos di dunia, belum tentu di akhirat
Sobat, di antara kita mungkin udah tau celah untuk lolos dari razia polantas. Ada juga yang mahir ngibulin guru biar bisa cabut tepat waktu. Atau mungkin udah terbiasa menghilangkan jejak agar tak terdeteksi oleh pengawasan ortu. Tapi siapa yang jamin kamu bisa sembunyi dari pengawasan Allah? Nggak ada. Kalo kamu ngerasa aman dan bebas ngelanggar aturan Allah cuma lantaran Allah nggak terlihat, siap-siaplah menghadapi rasa takutmu yang menjadi-jadi di akhirat nanti.
Dari Abu Hurairah ra., dari Nabi saw., tentang perkara yang diriwayatkan beliau dari Tuhannya. Allah berfirman: “Demi kemuliaanKu, aku tidak akan menghimpun dua rasa takut dan dua rasa aman pada diri seorang hamba. Jika ia takut kepadaKu di dunia, maka Aku akan memberikannnya rasa aman di hari kiamat. Jika ia merasa aman dariKu di dunia, maka Aku akan memberikan rasa takut kepadanya di hari kiamat.” (HR Ibnu Hibban)
Karena itu, agar kita nggak ngerasa aman dari Allah di dunia, Allah udah ngasih konsekuensi pahala dan dosa untuk ngukur ketaatan kita pada syariatNya. Kalo kita senantiasa taat dan ikhlas dalam ngikutin tuntunan Allah dan RasulNya di hari-hari kita, kita bisa meraih pahala. Sebaliknya, kalo kita melanggar atau taat setengah hati terhadap Allah, dosalah yang kita dapetin. Semuanya bakal diperlihatkan pada kita diakhirat nanti.
Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula. (QS al-Zalzalah [99]: 7-8)
Hanya ada satu cara untuk memperkuat kesadaran akan adanya Allah Ta’ala, yaitu dengan ngaji. Yup, dengan mengaji kita selalu diingatkan akan kebesaran Allah dengan sifat-sifatNya yang mulia, kelengkapan syariatNya untuk mengatur hidup kita, dan kasih sayang Allah bagi hamba-hambaNya yang selalu berusaha untuk taat di segala situasi dan kondisi. Selalu pake ukuran dosa atau pahala sebelum berbuat.
Kini, saatnya kita menguatkan kesadaran kita akan adanya Allah Swt. dan sifat-sifatNya. Cukup mental ‘taat kalo diliat’ hanya ada dalam pariwara aja. Nggak usah ditiru dalam berperilaku. Sebaiknya kita berprinsip: dengan atau tanpa pengawasan dari manusia, kita tetep taat ama aturan Allah. Karena Allah Swt. pasti ngeliat, malaikat Raqib dan Atid selalu mencatat, so, taat syariat nggak kenal tempat.

Selasa, 05 April 2011

muhasabah cinta

Allah yang Maha Pemilik alam semesta. Sesungguhnya Hidupku, Matiku, Rezekiku, Jodohku hanya milik Allah. Aku hanya manusia yang lemah tempatnya salah dan khilaf. Ujian yang Kau berikan padaku sungguh berat,tak dapat ku menolaknya. Semua Kejadian buruk ataupun baik ku pasrahkan kepadaMu, karena Engkaulah yang Maha Pengasih dan Penyayang.
Ya Allah, aku baru sadar bahwa apa yang selama ini aku lakukan belum maksimal dalam memperjuangkan agamamu. Aku menyia-nyiakan waktu luangku dengan hal2 yang kurang berguna hingga aku tak memperdulikan kesehatan jiwa dan ragaku. Betapa besar nikmat yang Kau berikan padaku, tapi aku kurang bersyukur kepadaMu. Astagfirullah, Ampuni aku Ya Allah berilah aku waktu untuk selalu dekat denganMu dan aku mengharapkan cintaMu.
Doaku selalu kupanjatkan padaMu disetiap sholatku, Doa yang tak henti ku ucapkan di setiap dzikirku, Ayat quran yang begitu indah ku lantunkan di setiap aku selesai sholat subuh. Air mata yang tak henti ku teteskan untuk mengharapkan ampunan dariMu. Biarlah sakit yang kurasa saat ini kuterima dengan ikhlas,walaupun aku masih terus belajar ikhlas. Mulut ini begitu gampang terucap ikhlas sedangkan hati ini susah sekali untuk ikhlas, ku mencoba belajar dan terus belajar mengikhlaskannya karena ku yakin sakitku adalah sebagai penawar dosaku. Ampuni salah dan khilafku ya Allah, karena Kaulah Maha Pengampun.
Ya, Allah Kuatkan aku dari semua ujian yang Kau beri untukku.. Jangan biarkan aku menjauh dariMu, Lindungi aku dari putus asa dan jauhkan ku dari marabahaya dunia dan akhirat. Berikan aku tetap sabar dan tabah dalam menghadapi hidup ini. Tunjukkan aku dari jalan yang Lurus jalan yang Kau Ridhoi bukan jalan yang sesat. Jika ku harus mati, tempatkan aku di tempat orang-orang yang Kau sayangi dan menjadikan matiku sebagai khusnul khotimah serta pertemukan aku denganMu.. Amin..

Senin, 04 April 2011

syuKurku pAdaNya

Bismillaahirrahmaannirrahiim…

Pelangi dalam hujan
Iman dalam risau
Senyum dalam airmata
Kekuatan dalam kelemahan
Jawaban dalam Persoalan
Hikmah yang tergali dalam setiap langkah
Dan selalu terjaga keikhlasan,
Rasa syukur serta kesabaran



Pertama dan yang paling utama harus terucap dalam kata, juga terpatri dalam hati
Mari sejenak kita berhenti, dan mengucapakannya bersama
Alhamdulillahirabbil’alamin..
Kata yang begitu mudah terucap, namun kadang terlupa
Sebagai ungkapan syukur kita kepada Sang Maha Pencipta, Allah Subhanahuwata’alla.

Lihatlah diri kita yang masih mampu bernapas didunia ini
Begitu sempurnanya raga ini diptakan
Dipenuhi segala kebutuhan, diberikan apa yang menjadi keinginan
Bahkan selalu dicurahkan kebahagiaan disetiap waktu dan dalam berbagai keadaan
Tidakkah kita menyadari semua itu..
Yang tak lain adalan jutaan Nikmat yang dikaruniakan Tuhan kepada semua hamba-Nya
Tuhan sesungguhnya yang mampu mencukupi segala kehidupan makhluk-Nya
Dia-lah dzat yang bersemayam diatas Arasy
Pendengaran dan penglihatan-Nya memantau kita
Kasih sayang-Nya menyebar bersama kita

Manusia,
Makhluk yang terbatas, namun tak pernah merasa puas

Manusia,
kecil fisiknya, namun kebutuhan tak ada habisnya
Sedikit ilmunya, namun cita-cita setinggi angkasa
Lemah dayanya, namun kuat harapan untuk menguasai dunia
Fakir keadaannya, namun besar impian untuk mencari kekayaan harta benda
Selalu tak pernah merasa puas dengan apa yang dimiliki

Sudah sepantasnya kita bersyukur dengan apa yang dikaruniakan Allah swt pada kita
Sungguh, kenikmatan dari-Nya tak terbandingkan siapapun
Segala hal yang terjadi pada diri kita
Adalah yang terbaik untuk kita, sebagai hamba yang bergerak sesuai kehendak-Nya
Dia-lah yang mengetahui apa yang terbaik untuk hidup kita
Maka jangan pernah sekalipun mengucap bahwa Dia tidak adil
Karena sesungguhnya, Dia Rabb Yang Maha Adil dari segala yang berlaku adil
Tanpa keberadaan-nya, tentulah hidup ini tak kan ada
Dan segala kenikmatan ini tak kan pernah tercipta

"Maka nikmat Tuhan kamu yang manakan yang kamu dustakan?" 
(Ar-Rahman:13) 
Sesungguhnya Allah akan menambah nikmat-Nya, jika kita mau bersyukur.

Minggu, 03 April 2011

DI uJung jiWa YanG lelaH

Aku berpijak di bumi yang penuh panorama hidup
Bumi yang penuh keindahan menurut insan yang menikamatinya
Saat jiwaku mulai  punya rasa
Aku rasa hanya keketiran dan tekanan hidup
Hinaan insan terus menerpa tanpa perasaan

Jiwaku pun peluh  dan rasa pun jadi hilang
Hanya dendam, niat dan keinginan yang bergelora tumbuh
Aku hidup tapi jiwa tampa rasa
Aku tertawa tapi hati tidak tertawa
Aku  tersernyum tapi hati  aku menangis
Aku ceria tapi dilubuk jiwa aku penuh kemarahan

Aku pun berlari terus berlari
Aku kejar asa yang ku cita, rasa yang ku ingin
Au korbankan segala rasa dalam hidupku
Aku  ingin menghidupkan keindahan kehidupan dunia
Menurut insan yang memandang hidup itu indah
Ku ingin lihatkan pada dunia
Ku bisa seperti kalian yang mempunyai keidahan dunia
Akan aku kembalikan
Semua hinaan, cacian, makian, cibiran
Kepada insan yang telah memberikannya kepadaku

Di ujung jiwa lelah
Ku rengkuh semua
Saat jiwa sudah merangkuhnya
Aku pun lelah  bersama kesadarnku
Keindahan dunia yang didambakan menurut insan
Ternyata menurut jiwaku tidak indah
Saat dunia kuraih ternyata jiwaku semakin hampa,
kebagian yang kudamba tak kunjung tiba.

Akhirnya aku terbangun.......
Ternyata yang paling indah bukan keindahan duniawi
tapi keindahan merangkuh dekapan  kasih sayang Ilahi
Dekapan keindahan duniawi hanyalah sementara
Sedangkan dekapan keindahan kasih sayang Ilahi begitu abadi
Ku kembalikan jiwaku , rasaku, langkahku hanya utuk Tuhanku....YA ALLAH
Kebahagianku adalah mendapatkan Cintamu Ya ALLAH
Semoga ujung  perjalanan hidupku sampai ujung hidupku ada di JalanMU YA ALLAH

Amin

KeseNdirIan yAng beRmaKna


Kesendirian, suatu waktu di mana kita tak bisa menghindarinya. Banyak moment di mana kita harus tinggal seorang diri; saat di kamar mandi; saat di rumah tak ada orang kecuali kita; saat berada di sebuah ruangan warnet. Saat kesendirian itu muncul, saat di mana setan dengan gencarnya menggoda kita. Karena biasanya, kita akan jauh lebih semangat beribadah ketika ada orang di sekitar kita. Apalagi jika orang yang di dekat kita adalah orang yang shalih, yang senantiasa “menularkan” kebaikan pada diri kita. Ketika penghalang itu tak ada, setan pun dengan leluasa menerobos masuk dalam hati dan pikiran kita.
Karena iman yang lemah, kita pun kerap terjebak pada bujuk rayu syaithan. Kita menuruti apa mau syaithan. Tadinya kita rajin shalat, membaca al-Quran, tiba-tiba menjadi makhluk jalang yang bersuka cita pada kemaksiatan. “Ah… tidak ada yang melihat saya melakukannya,” bisiknya dalam hati.
Saat kesendirian itulah keimanan kita sedang diuji, apakah kita benar-benar mencintai Allah dengan setulus hati, apakah kita hanya takut kepada-Nya ataukah ibadah yang kita lakukan selama ini hanya sandiwara dan ingin dipuji oleh orang yang sedang bersama kita?
Saat sendiri, berarti kita hanya berdua-duaan dengan Allah. Alangkah baiknya kita gunakan kesempatan itu untuk bermunajat dan mendekatkan diri kepada Allah. Ketika dalam keramaian kita berdzikir seratus kali. Maka saat sendirian, kita harus lebih dari itu. Uwais al-Qarny Ra. pernah berkata, “Aku tidak pernah melihat seseorang bisa mengenal Tuhannya, sementara dia lebih banyak bersama selain-Nya.”
Suatu ketika, di malam yang dingin dan sunyi, Imam Abu Hanifah bermunajat di sebuah masjid. Di sana beliau menghabiskan waktunya dengan shalat, dzikir, dan berdoa hingga shubuh. Tak disangka, ada orang yang melihat ibadahnya itu. Setelah mengetahui ada yang memperhatikannya, beliau lalu berkata kepada orang tersebut agar merahasiakan perihal apa yang dilihatnya.
Diriwayatkan bahwa Imam Malik tidak terlalu banyak melaksanakan puasa dan shalat sunnah. Akan tetapi, kesendiriannya dipenuh dengan hal-hal yang berguna dan bermakna.
Seorang ulama bernama Umar Tilmisani pernah menceritakan pengalamannya. Di suatu malam, Imam Hasan al-Banna – gurunya – memanggil namanya, “Ya Umar, apakah engkau sudah tidur?” Lantas Umar menjawab, “Belum ya Syaikh…” Kemudian Imam Hasan al-Banna kembali masuk ke kamarnya. Beberapa saat kemudian Imam Hasan al-Banna kembali bertanya dengan pertanyaan yang sama. Tapi kali ini Umar sengaja tidak menjawabnya, karena pasti nanti akan bertanya lagi hal yang sama. Umar pura-pura tidur.
Setelah tidak ada jawaban dari Umar, Imam al-Banna masuk kembali ke kamarnya. Beberapa saat lamanya pertanyaan yang sama tidak segera muncul, Umar pun melihat apa yang dilakukan gurunya itu di dalam kamarnya. Demi melihatnya, Imam Hasan al-Banna sedang bermunajat dengan tangisan menyayat hati. Akhirnya tahulah Umar, jika gurunya itu menginginkan kesendirian dalam bermunajat kepada-Nya, sehingga amalan hanya semata-mata karena Allah.
Sungguh asyik berdua-duaan bersama Allah sehingga Allah akan menganugerahi cahaya pada wajah kita. Imam Hasan al-Bashri pernah ditanya, “Kenapa orang yang rajin shalat malam wajahnya tampak bercahaya?” Imam Hasan menjawab, “Karena dia berdua-duaan dengan Allah sehingga Allah menghadiahinya sebagian dari cahaya-Nya.”
Seorang yang taat di kala ramai maupun sepi akan mereguk manisnya iman. Dia akan mendapatkan peningkatan kualitas iman dalam dirinya. Sesungguhnya semua ibadah yang kita lakukan untuk diri kita sendiri, bukan untuk orang lain. Kita berlaku demikian laksana melemparkan kayu Hindi (bahan minyak wangi) ke tengah bara api, kemudian wanginya tercium oleh manusia, namun mereka tak tahu dari mana sumber wewangian itu.
Ada orang yang jika kita mendekatinya terasa damai. Ketika menatap wajahnya, semakin mendorong kita untuk banyak mengingat Allah. Semakin bergaul akrab dengannya, terasa kebaikan-kebaikannya. Cintanya kepada kita bukan kamuflase sesaat, tetapi merupakan cinta murni yang datang dari-Nya. Terasa di sekeliling kita “harum mewangi” ketika kita bersamanya.
Namun, ada orang yang jika kita semakin dekat dengannya, hati kita semakin hampa, keras membatu, dan kotor oleh maksiat. Mungkin pada mulanya, kita menganggapnya orang baik. Namun lama kelamaan ketahuan belangnya, hatinya lebih busuk dari bangkai dan lebih kejam dari binatang liar. Merekalah orang-orang yang hanya taat di kala ramai, namun berbuat maksiat di saat sendiri.
Barangsiapa yang kesendiriannya baik dan penuh makna, akan menyebarlah aroma keutamaannya dan hati pun akan senantiasa mencium wewangiannya. Jagalah perilaku Anda dalam kesendirian, karena hal itu sangat bermanfaat.