Jumat, 15 April 2011

-=Balada Uang Receh=-


Rp.100.000: “Ya, ampyyyuunnnn. Hey sobat, dari mana aja kamu? Baru tiga bulan kita berpisah, koq kamu udah lusuh banget? Kumal, kotor, lecet, dan uuhhh, bau! Padahal waktu kita sama-sama ke luar dari Bank, kita sama-sama keren kan? Ada apa denganmu?”

Rp.1.000: “Ya, gini deh nasibku, sobat. Sejak kita keluar dari Bank, hanya tiga hari aku tinggal di dompet yang bersih dan bagus, karena hari berikutnya aku udah pindah ke dompet tukang sayur yang kumal. Dari dompet tukang sayur, aku langsung pindah lagi ke kantong plastik tukang ayam. Plastiknya basah, penuh dengan darah dan kotoran ayam. Besoknya lagi, aku dilempar ke plastik seorang pengamen. Untungnya sobat, dari kantong si pengamen itu, aku bisa beristirahat sejenak dalam laci tukang warteg. Tapi ternyata itu gak bertahan lama, karena esok paginya, aku harus kembali pindah ‘rumah’, dari laci tukang warteg ke kantong tukang nasi uduk. Begitulah perjalananku dari hari ke hari. Itu makanya kenapa ‘tubuhku’ jadi bau, kumal, lusuh, karena aku sering berada di tempat yang kurang atau mungkin ga nyaman. Belum lagi perlakuan yang seenaknya oleh para pemilikku. Aku dilipat-lipat, digulung-gulung, diremas-remas. Ya, akhirnya jadilah aku seperti yang kau bilang tadi sobat.” Itulah jawaban si 1.000 dengan tatapan nelangsa, ke arah si 100.000.

Rp.100.000: “Wah, sedih banget sih perjalananmu, sobat! Beda banget sama pengalamanku. Kalau aku ya, sejak kita keluar dari Bank itu, aku disimpan di dompet kulit yang bagus dan harum. Trus aku pindah ke dompet seorang wanita cantik. Hmm… Dompetnya harum sekali. Setelah dari sana, aku ‘jalan-jalan’, dari mulai ‘nginep’ di hotel berbintang 5, masuk restoran mewah, mampir ke showroom mobil mahal, ketemu ‘temen-temenku’ di tempat arisan ibu-ibu pejabat. Nah, kadang aku juga bisa mampir di tasnya selebritis. Pokoknya aku selalu berada di tempat yang bikin aku jadi betah deh. Jarang aku berada di tempat yang kamu ceritakan itu. Dan, aku jarang lho ketemu sama ‘teman-temanmu’.” Si 100.000 kembali berkomentar setelah sebelumnya memasang ‘wajah’ simpati ke arah si 1.000.
Setelah merenung sejenak, akhirnya si 1.000 menemukan ‘kepercayaan dirinya’.

Rp.1.000: “Kuakui, sobat, nasib kita emang beda. Kamu selalu berada di tempat yang bagus, bersih, dan nyaman tentunya. Tapi ada satu hal yang selalu membuatku bangga akan keberadaanku daripada kamu!”

“Apa itu?” sahut si 100.000 penasaran.

Rp.1.000: “Aku sering bertemu teman-temanku di kotak amal setiap masjid atau di kantong permen pengemis jalanan. Hampir setiap hari aku mampir di tempat-tempat itu. Tempat yang penuh dengan keberkahan Tuhan. Dan, jarang banget tuh aku melihat kamu di sana.”

“..??? …………” dan uang 100.000 itu pun tersipu malu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar